Pura Amerthasari di Kabupaten Jembrana

Pura Amerthasari adalah sebuah pura di daerah Banjar Merthasari, Desa Adat Lokasari, Loloan Timur, Kabupaten Jembrana adalah pura untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Ayu Manik Galih. Tujuan pemujaan ini adalah untuk mendapatkan motivasi religius dalam mengembangkan kehidupan yang sejahtera. Dewa Ayu Manik Galih sebutan lain dari Tuhan sebagai dewanya padi. Suburnya tanaman pangan yang disebut padi itu adalah simbol kemakmuran ekonomi.
Pura Amerthasari
Pura Amerthasari
 Bangunan pura ini pernah direnovasi tahun 1961. Namun di tahun 1965 bangunan pura tersebut sempat telantar sebelum belum sempat selesai, akhirnya pada 14 Juli 1976 bangunan tersebut ambruk total akibat gempa bumi yang terjadi. Hingga kemudian empat desa adat menjadi pekandel pura tersebut yakni Desa Adat BB Agung, Puseh Agung Kelurahan Banjar Tengah, Desa Adat Kertha Jaya Kelurahan Pendem dan Desa Adat Lokasari Kelurahan Loloan Timur.

Awal berdirinya Pura Amerthasari ini sebelum direhab tahun 1965 hanya ada satu pura yang terletak di bawah pohon beringin besar. Menurut Pemangku Pura Amerthasari, Mangku Nendra, di sekitar pura tersebut sebelumnya ada telaga kecil. Baru setelah dilakukan rehab, telaga itu dipindahkan dan dibuat meru di sana. Dan sekarang di atas telaga itu dibuatkan Padma. Sedangkan air telaga itu diambil secara modern dari dalam tanah ini sekitar 15 meter, lalu dialirkan di bawah Padma.

Awalnya pura ini bernama Amertasari, namun karena untuk mempermudah pelafalan maka biasa disebut Merthasari. Mangku generasi ketiga menjelaskan arti dari Amertasari yaitu terdiri atas 2 (dua) kata. Peratama Amerta yakni, seluruh makanan, berfungsi, sedangkan Sari berarti isinya.

Sejarah Singkat Pura Amerthasari

Setelah Dalem Waturenggong dari Gelgel (Klungkung) gagal mempersunting putri Blambangan (Cokorda Ayu Mas) maka Raja Blambangan sempat dihasut anak buahnya untuk mencurigai Danghyang Nirartha, bahwa dia telah berbuat selingkuh terhadap selir dan Putri Raja.

Untuk menghindari kemurkaan sang Dalem, maka Danghyang Nirartha bersama keluarganya pergi ke Pulau Bali dengan menaiki perahu. Beliau sempat singgah sebentar tepatnya di Tanjung Tangis (pesisir selatan Kabupaten Jembrana) pada tahun 1411 Caka, sekitar tahun 1489 Masehi. Di daerah tersebut memang sudah ada tokoh (pemimpin) yang bergelar Gusti Ngurah Sawe Rangsasa.
Pura Amerthasari
Pura Amerthasari
Dalam adu kekuatan itu, Gusti Ngurah Sawe Rangsasa mengalami kekalahan yang akhirnya membuat dia pergi meninggalkan daerah tersebut. Danghyang Nirartha memiliki pemikiran perlu untuk melakukan perbaikan terhadap kehidupan beragama yang benar. Beliau sering meninggalkan keluarganya di rumah, akibatnya istri dan anak-anaknya berantakan.

Beliau tidak lama tinggal di daerah Tanjung Tangis ini, setelah penduduk di sana mengerti tentang melaksanakan agama yang benar, beliau akhirnya membangun sebuah pura sebagai tempat persembahyangan yang kini disebut dengan Pura Dang Kahyangan Perancak. Dan, daerah tersebut akhirnya disebut Desa Perancak, pura ini merupakan tempat memohon bila kita hendak memulai belajar ilmu pengetahuan agama (kerahayuan).

 Adanya Pura Lesung Batu sebagai tempat pemujaan adalah untuk memohon amreta (kesejahteraan) ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sebagai pelayan pendeta di daerah ini adalah seorang keturunan dari Pasek dan berdasarkan hikayat ini keturunan yang pantang terhadap ikan julit. Lama-kelamaan daerah ini berubah menjadi Desa Amrethasari dan sekarang menjadi Merthasari.

Setelah penduduk memahami cara beragama serta bercocok tanam, mengolah pertanian, beliau meninggalkan daerah tersebut. Dengan menuju ke arah timur dan diantar oleh penduduk (ketugtug) karena tersiar berita bahwa di daerah bagian timur penduduk diserang wabah penyakit. Kadatangan beliau di sana disambut baik oleh penduduk. Dan, beliau di sana mendapat julukan Ida Peranda Sakti Wahu Rawuh. Akhirnya beliau mendirikan tempat pemujaan yang fungsinya untuk menolak bala (nangluk merana). Yang sekarang kita kenal dengan nama Pura Rambut Siwi di Desa Yeh Embang.

Sebelum beliau diangkat menjadi bhagawanta pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong (tahun 1460-1550) beliau tiba di Gelgel berkisar tahun 1489 Masehi. Jadi ketiga Pura Dang Kahyangan di wilayah Jembrana memiliki fungsi yang berbeda yaitu Pura Perancak tempat memohon bila memperdalam ilmu agama dan pengetahuan. Di Pura Dang Kahyangan Amerthasari tempat memohonkan amreta (kesejahteraan) dan di Pura Rambut Siwi tempat memohonkan penolak bala (nangkluk merana).

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Penulis adalah pecinta Traveling seluruh Indonesia.. Indonesia itu Indah Brooo

Diberdayakan oleh Blogger.

Laman

Ads space.. Silahkan hubungi aksarakuning@gmail.com