Ibukota Indonesia pindah?

Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia. Jakarta dengan luas sekitar 650 km2 kini menampung penduduk setidaknya 9,5  juta jiwa, yang terus bertambah setiap tahun. Kini Jakarta berada di ambang ancaman over populasi, ancaman banjir besar, serta ancaman kemacetan total. Ada penelitian bahwa ibukota jakarta diperkirakan akan mengalami lumpuh total dalam hal transportasi darat pada tahun 2015. Juga diperkirakan 90 persen dari luas Jakarta akan terendam banjir pada tahun 2050. Selain banjir, Jakarta juga dikhawatirkan terancam bencana sebab Jakarta begitu dekat dengan gunung Krakatau. Sebagian ahli geologi memperkirakan letusan Krakatau akan kembali terulang antara tahun 2015-2083. 

Karena beberapa alasan kini timbul wacana pemindahan ibukota baru untuk Indonesia. Perpindahan ibukota atau pusat pemerintahan negara adalah sesuatu yang sangat biasa, karena pernah dilakukan oleh banyak negara. Negara yang berpindah ibukota diantaranya adalah Turki memindahkan ibukota dari Istanbul ke Ankara, Brazil memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia, Amerika Serikat dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, serta Jerman dari Bonn ke Berlin.

Dari berbagai kota di Indonesia, ada beberapa kota yang mungkin bisa dipertimbangkan sebagai Ibukota baru:

Kota-kota kuno yang pernah menjadi pusat nusantara

Indonesia memiliki kota-kota kuno yang pernah menjadi pusat kerajaan besar di nusantara. Jika kerajaan kuno di Indonesia memilih kota-kota ini jadi pusat kerajaannya mungkin Indonesia juga bisa mempertimbangkannya menjadi Ibukota Indonesia. Berikut kota tersebut:

Kota Palembang

Palembang dulu pernah menjadi pusat nusantara karena Palembang pernah menjadi ibu kota kerajaan Sriwijaya yang menguasai nusantara pada waktu itu. Palembang merupakan salah satu kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi. Palembang dipilih menjadi ibukota Sriwijaya mungkin karena selain kondisi alam kota Palembang yang diapit dua teluk, juga letak strategis kota ini yang terdapat Pulau Bangka di depannya yang merupakan jalur memutar dari Malaka menuju Cina.


Kota Trowulan

Kota Trowulan terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Trowulan pernah menjadi Ibukota Kerajaan Majapahit yang merupakan salah satu kerajaan terbesar yang pernah menguasai Nusantara. Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kini masih dapat dilihat peninggalan dari kota Trowulan yang dapat dilihat bangunan-bangunan bata berupa candi, gapura, kolam, dan salurah-saluran air di muka tanah maupun di bawah tanah yang seluruhnya mengindikasikan sebuah kota yang sudah cukup maju untuk masa itu. Alasan Majapahit menjadikan Trowulan sebagai pusat Majapahit diduga merupakan bagian dari strategi  agar tidak mudah diserang oleh musuh karena biasanya pusat kerajaan di zaman dulu itu selalu berada di kawasan pantai yang memudahkan musuh menyerang dengan armada lautnya.


Kota Makassar

Makassar pernah menjadi ibukota kerajaan kembar Gowa-Tallo. Kerajaan Gowa-Tallo atau juga disebut Makassar merupakan kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Para pakar sejarah dan budayawan sepakat hari kelahiran Kota Makassar jatuh pada 9 November 1607. Pada Abad ke-16 "Makassar" sudah menjadi ibu kota Kerajaan Gowa. Kota Makassar memiliki letak yang strategis dan juga memiliki pelabuhan yang baik. Di abad ke-16, Makassar sudah termasuk dalam peta pelaut-pelaut dunia sebagai kota pelabuhan besar di nusantara. 



Kota-kota  yang pernah menjadi ibukota indonesia


Dulu Indonesia pernah berpindah Ibukota dari Jakarta ke  kota lain untuk mempertahankan keberadaan NKRI. Kota-kota ini mungkin bisa dipertimbangkan kembali menjadi Ibukota Indonesia.

Kota Yogyakarta

Yogya pernah menjadi Ibukota negara Indonesia. Setelah Belanda dan sekutunya melancarkan serangannya ke Indonesia, pemerintah Republik Indonesia memindahkan ibu kota dari Jakarta ke kota Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Yogyakarta dipilih karena semua rakyatnya dikendalikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX selain itu alasan geografis dimana Yogyakarta tepat berada di jantung pulau Jawa. Yogjakarta juga dikelilingi oleh dua benteng alam yakni Gunung Merapi di utara dan samudera hindia di selatan, membuat kota ini tidak mudah untuk ditaklukkan.

Kota Bukitinggi

Bukittinggi Pernah Menjadi Ibukota Negara Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948 kota Bukitinggi ini ditunjuk sebagai ibukota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Serupa dengan Yogjakarta, Kota ini dikelilingi oleh benteng alam yang bisa menyulitkan musuh menyerang kota ini. Ada Gunung Merapi di barat, Gunung Singgalang di selatan dan Lembah Sianok di utara dan barat.

Kota Bireun

Walau hanya seminggu, tahun 1948 Bireuen pernah menjadi ibukota Republik Indonesia yang ketiga setelah Yogyakarta dan Bukittinggi jatuh ke tangan Belanda dalam agresi kedua Belanda. Soekarno hanya berada seminggu di Bireuen dan seluruh aktivitas Republik Indonesia waktu itu dipusatkan di jantung kota. Pada waktu itu Soekarno menginap dan mengendalikan pusat pemerintahan RI di kediaman Kolonel Hussein Joesoef di Bireun. Presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh. Tepatnya di Bireuen, yang relatif aman. Secara geografis, Bireuen terletak di daerah perbukitan. 


Kota-kota yang pernah diusulkan menjadi ibukota Indonesia


Wacana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke kota lain pernah diusulkan sejak dulu.

Kota Bandung

Pada era awal tahun 1920-an, pemerintah kolonial Belanda pernah membuat perencanaan untuk memindahkan ibukotanya dari Batavia ke Bandung. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum (1916-1921), timbul gagasan untuk memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung. Oleh karenanya, mereka pun membangun barak-barak militer dan bangunan untuk kantor pemerintahan. Gedung Sate adalah salah satu diantaranya, dan sedianya diperuntukkan bagi gedung pemerintahan pusat. Udara Kota Bandung yang berhawa sejuk mendukung sebagai pusat pemerintahan.

Kota Palangkaraya

Wacana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kota Palangkaraya pernah diungkapkan Presiden pertama RI Soekarno saat meresmikan Palangkaraya sebagai ibu kota Provinsi Kalteng pada 1957. Soekarno bahkan merancang sendiri kota yang diimpikannya menjadi ibukota masa depan Indonesia. Soekarno membayangkan di pusat kotanya itu ada jalan raya, ada bundaran HI dan Tugu Selamat datang seperti di Jakarta. Di tengah Palangkaraya sudah dibangun sebuah bundaran yang dilengkapi enam persimpangan jalan. Rencana kawasan pembangunan kota Palangkaraya mencakup areal seluas 2.600 km persegi atau tiga kali lipat luas Jakarta saat ini. Palangkaraya yang terletak di Pulau Kalimantan berdekatan dengan sejumlah negara, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura. Lokasi ini dinilai strategis karena tidak terlalu ke barat ataupun timur. Palangkaraya juga adalah daerah aman gempa karena tidak masuk ring of fire dan tidak ada gunung berapi disana.


Kota Jonggol

Pada massa era Presiden Soeharto sekitar akhir dekade 1980-an pernah muncul ide memindahkan ibukota ke Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ratusan hektar lahan di kawasan ini pernah dibebaskan oleh sejumlah pengembang. Salah satunya PT Bukit Jonggol Asri (BJA) yang saham mayoritasnya milik Bambang Trihatmodjo, putra mantan Presiden Soeharto. Perusahaan itu mengalokasikan lahan sedikitnya 30 ribu Ha yang terbentang dari Kecamatan Citeureup sampai Kabupaten Cianjur. Sekitar 24 desa di tiga kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur pernah direncanakan akan disulap menjadi kota metropolitan. Jonggol dari sudut lokasi dianggap ideal untuk memecah beban Jakarta. Selain luas, Jonggol juga dekat dengan Jakarta sehingga memudahkan proses pemindahan ibukota.


Indonesia mempunyai banyak kota yang tersebar di berbagai pulau yang bisa dipilih sebagai Ibukota baru tapi untuk memindahkan Ibukota, Pemerintah harus lebih dulu mengkaji secara cermat rencana pemindahan, termasuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan. Kota yang akan menjadi ibukota nantinya harus memiliki wilayah cukup luas, aman dari bencana, sudah memiliki infrastruktur terutama jalan raya, bandara, dan stasiun kereta api.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Penulis adalah pecinta Traveling seluruh Indonesia.. Indonesia itu Indah Brooo

Diberdayakan oleh Blogger.

Laman

Ads space.. Silahkan hubungi aksarakuning@gmail.com